Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan dijelaskan bahwa perkumpulan adalah badan hukum yang merupakan kumpulan orang didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud dan tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan dan tidak membagikan keuntungan kepada anggotanya.
Tak banyak orang tahu bahwa perkumpulan juga bisa berbentuk badan hukum layaknya perseroan terbatas (“PT”) atau yayasan. Hal ini sudah pernah kami bahas sebelumnya dalam artikel Yayasan dan Perkumpulan Itu Tak Sama, Apa Bedanya?
Dalam artikel kali ini, kami akan membahas mengenai aturan perpajakan untuk perkumpulan di Indonesia. Yuk simak!
Perkumpulan Sebagai Wajib Pajak
Dalam aturan perpajakan di Indonesia, yang dimaksud dengan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam hal ini, badan berarti sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi PT, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Dengan demikian, maka jelas bahwa perkumpulan termasuk wajib pajak.
Kewajiban Pajak Perkumpulan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU PPh”) berikut aturan perubahanya menjelaskan bahwa pajak penghasilan dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak.
Berbeda dengan subjek pajak orang pribadi yang baru menjadi wajib pajak jika telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi penghasilan tidak kena pajak, subjek pajak badan dalam negeri seperti perkumpulan menjadi wajib pajak sejak saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Dengan demikian, maka suatu perkumpulan memiliki kewajiban perpajakan sejak perkumpulan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Lantas, penghasilan apa sajakah yang dikenakan pajak? Secara umum, yang menjadi objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU PPh;
hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
laba usaha;
keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis;
royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
keuntungan selisih kurs mata uang asing;
selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
premi asuransi;
iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
penghasilan dari usaha berbasis syariah;
imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
surplus Bank Indonesia.
Namun, ada juga lho pengecualian terhadap objek-objek pajak tersebut, di antaranya adalah:
harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan dalam negeri; dan
sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau lembaga sosial dan keagamaan yang terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana sosial dan keagamaan dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, atau ditempatkan sebagai dana abadi, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Kurang lebih begitulah kewajiban pajak yang dimiliki oleh perkumpulan di Indonesia. Jadi, pastikan perkumpulanmu taat pajak ya!
Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Easybiz.