Kita sering mendengar ungkapan bahwa bisnis kuliner memang tak ada matinya. Kisah sukses dari usaha di bidang boga itu tak lekang dimakan zaman bahkan terus saja menggiurkan bahkan dari skala kecil hingga kelas raksasa.
Sebagai salah satu subsektor ekonomi kreatif, kontribusi kuliner memang tidak main-main. Dihitung dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) kontribusi kuliner adalah yang terbesar. Dari Rp641 triliun kontribusi sektor ekonomi kreatif ke PDB Indonesia di tahun 2013, kontribusi kuliner adalah 32,5%, diikuti oleh mode (28,3%) dan kerajinan (14,4%).
Maka, tidak heran kalau makin banyak yang merintis usaha (startup) di bidang kuliner. Kalau anda belum percaya dengan moncernya bisnis kuliner, mainlah ke Pasar Santa di bilangan Jakarta Selatan. Disitu anak muda dengan berbagai penampilan dan kreativitas membuka puluhan kios makanan yang menawarkan menu yang anti-mainstream. Menu yang jarang anda jumpai di restoran biasa atau mall di Jakarta.
Kalau masih kurang yakin juga dengan bisnis kuliner, pernah dengar BerryKitchen? Kalau belum maka pertengahan bulan ini startup kuliner di Indonesia yang bergerak di bidang online catering tersebut sukses mendapat suntikan dana sebesar USD1,25 juta dari sebuah venture capital. Nah, kalau kamu serius mau berbisnis kuliner supaya sukses seperti BerryKitchen tidak ada salahnya mempersiapkan pondasinya dari sekarang.
Memang, mereka yang sukses di bisnis kuliner tidak lepas karena kreativitas dan inovasi yang dijalankan. Dua hal itulah yang bakal membuat usaha mereka tampak beda dengan usaha sejenis dari para pesaingnya. Namun seiring berjalannya waktu, apakah kreativitas dan inovasi saja cukup?
Urgensi memiliki badan usaha untuk bisnis kuliner bisa dijadikan pertimbangan bila anda berniat menyewa kios atau ruko, bekerjasama dengan supplier, meminjam uang dari bank, dan mengikuti tender. Bukan apa-apa, dengan memiliki badan usaha, mitra bisnis anda akan merasa lebih nyaman karena mereka akan berhubungan dengan sebuah entitas bisnis, bukan orang perorang. Kalau belum yakin, simak dulu perbincangan Easybiz dengan pemilik Bebek Dower, Doni Tirtana, yang berbagi kisahnya merintis bisnis kuliner, mulai dari hanya mengejar penjualan (sales), membuat CV, hingga akhirnya dia mantap dengan mendirikan PT untuk payung hukumnya.
Anda bisa mendirikan PT atau CV sebagai payung hukum bisnis anda. Apa beda PT dan CV? Sederhananya CV adalah badan usaha yang tidak berbadan hukum. Sementara PT berbentuk badan hukum. Adanya status badan hukum untuk bisnis kuliner menjadikan adanya tanggung jawab yang terpisah antara anda sebagai pemilik dengan PT sebagai entitas bisnis. Sehingga, jika bisnis mengalami kerugian, maka anda selaku pemilik bisnis hanya bertanggung jawab sebesar kontribusi saham di PT tersebut. Keuntungan mendirikan PT adalah kalau rugi maka tidak sampai merembet ke harta pribadi pemegang sahamnya.
Lain lagi ceritanya bila badan usaha untuk bisnis kuliner anda berbentuk CV atau firma, yang tidak berbadan hukum. Otomatis, tidak ada pemisahan tanggung jawab antara pemilik bisnis dengan bisnisnya. Oleh karena itu dalam hal bisnis mengalami kerugian, maka itu akan menjadi tanggung jawab si pemilik bisnis, bahkan bisa menggerus harta pribadinya.
Selain itu, biaya pendirian PT yang sedikit lebih mahal dibandingkan CV membuat orang lebih banyak memilih yang terakhir. Padahal, bila bisnis kuliner anda berkembang baik dan sudah ada urgensi mendirikan PT, anda akan keluar biaya dobel. Sebab, teorinya memang dimungkinkan untuk mengubah CV menjadi PT. Tapi, ongkosnya sebelas dua belas dengan mendirikan PT baru.