Saham portepel termasuk jenis saham authorized shares, namun yang belum diterbitkan oleh perusahaan. Untuk mengetahui lebih jauh tentang saham portepel dan jenis-jenis saham lainnya, ketahui terlebih dahulu perbedaan jenis modal dalam Perseroan Terbatas.
Salah satu badan usaha yang telah berbentuk badan hukum adalah Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas menjadi salah satu badan usaha yang diminati karena berbagai keuntungan yang diperoleh pelaku usaha. Salah satu keuntungan utama dalam mendirikan Perseroan Terbatas diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyatakan bahwa "Para pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas tindakan PT dan perikatan yang dilakukan oleh PT melebihi dari saham yang dimiliki oleh masing-masing pemegang saham". Artinya, kewajiban pemegang saham yang hanya perlu menyetorkan sebatas modal saja pada perusahaan. Sehingga jika perusahaan mengalami kerugian, maka kewajiban pemegang saham hanya sebatas modal yang telah disetorkan saja. Harta milik pribadi akan aman dan tidak akan digunakan untuk menutupi kerugian perusahaan.
Jenis-Jenis Modal di Dalam Perseroan Terbatas
Berbicara soal modal, di dalam Perseroan Terbatas ada beberapa jenis modal. Pembagian jenis modal ini merupakan salah satu komponen penting di dalam perusahaan.
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Perseroan Terbatas ("UUPT"), ada tiga jenis modal dalam Perseroan Terbatas yang perlu Anda tahu, di antaranya:
Modal Dasar
Dalam buku berjudul Hukum Perseroan Terbatas, tulisan Yahya Harahap dijelaskan bahwa modal dasar adalah seluruh nilai nominal saham PT yang disebut dalam Anggaran Dasar. Pada prinsipnya, modal ini merupakan total jumlah saham yang diterbitkan oleh PT, di mana penentuan jumlah saham yang menjadi modal dasar akan ditentukan dalam Anggaran Dasar PT tersebut.
Pada awalnya UU PT menentukan modal dasar PT berjumlah minimal 50 juta rupiah. Namun, ketentuan ini telah diubah dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas ("PP 29/2016"). Berdasarkan PP 29/2016, kini tidak ada lagi jumlah minimum modal dasar. Adapun modal dasar ditentukan berdasarkan kesepakatan para pendiri PT.
Selanjutnya, mengenai modal dasar PT, Pasal 109 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ("UU Cipta Kerja") yang mengubah Pasal 32 UU PT sebagai berikut:
Perseroan wajib memiliki modal dasar Perseroan.
Besaran modal dasar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan keputusan pendiri Perseroan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai modal dasar Perseroan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal tersebut didukung oleh Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil ("PP 8/2021"), yang mengatur bahwa besaran modal dasar PT ditentukan berdasarkan keputusan pendiri PT. Jadi, dapat disimpulkan bahwa saat ini tidak ditetapkan lagi batas minimum modal dasar PT. Hanya sektor-sektor usaha tertentu saja yang tetap memiliki batasan minimum modal dasar seperti yang telah diatur dalam perundang-undangan.
Modal Ditempatkan
Selain Modal Dasar, di dalam PT juga ada yang disebut Modal Ditempatkan. Modal ditempatkan selain harus dicantumkan di dalam format isian untuk memperoleh pengesahan badan hukum, juga harus dicantumkan dalam Anggaran Dasar PT.
Menurut Yahya Harahap, Modal Ditempatkan adalah jumlah saham yang sudah diambil pendiri atau pemegang saham, dan saham yang diambil tersebut ada yang sudah dibayar dan ada yang belum dibayar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Modal Ditempatkan adalah modal yang disanggupi pendiri atau pemegang saham untuk dilunasi, dan saham itu telah diserahkan untuk dimiliki.
Besaran Modal Ditempatkan telah ditentukan di dalam UU PT yaitu sejumlah minimal 25% dari Modal Dasar yang harus ditempatkan dan disetor penuh dengan menyertakan bukti penyetoran yang sah.
Modal Disetor
Masih dikutip dari buku Yahya Harahap, dikatakan bahwa Modal Disetor adalah modal yang sudah dimasukkan pemegang saham sebagai pelunasan pembayaran saham yang diambilnya sebagai modal yang ditempatkan dari modal dasar perseroan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa modal disetor adalah saham yang telah dibayar penuh oleh pemegang atau pemiliknya.
Ketentuan tentang Modal Disetor telah diatur berdasarkan Pasal 33 ayat (1) dan (2) UU PT yang juga mengatur Modal Ditempatkan.
Sehingga, paling sedikit 25% dari modal dasar harus:
1. telah ditempatkan, dan
2. telah disetor penuh pada saat pendirian PT.
Begini ilustrasinya:
X dan Y bersepakat mendirikan PT XY. Dalam Anggaran Dasar PT XY, telah disepakati bahwa modal dasar PT berjumlah 150 juta rupiah, yang terbagi atas seribu lembar saham, sehingga setiap nilai lembar sahamnya adalah 150 ribu rupiah.
Dari modal dasar 150 juta rupiah tersebut, X dan Y katakanlah hanya sanggup mengambil dan membayar saham berjumlah 100 juta, namun baru dilunasi sebesar 50 juta oleh mereka. Sehingga bisa disimpulkan bahwa 100 juta adalah modal ditempatkan yang harus disetor penuh. Sedangkan 50 juta sisanya adalah saham yang belum diambil bagiannya, atau disebut saham portepel.
Apa itu saham portepel?
Menurut Yahya Harahap, saham portepel juga disebut saham yang belum dikeluarkan atau belum ditempatkan. Yang berarti setiap saham portepel dapat dikeluarkan untuk menambah modal ditempatkan dan harus disetor penuh, tidak boleh mengangsur. Hal ini juga terkait dengan ketentuan bahwa tidak mungkin penyetoran modal dilakukan dengan cara mengangsur, sehingga sebelum pendirian PT dilakukan, semua modal yang ditempatkan harus sudah disetor penuh.
Nah itulah tadi jenis-jenis modal yang ada di dalam Perseroan Terbatas. Diharapkan dengan adanya UU Cipta kerja yang telah menyederhanakan prosedur dan syarat pendirian PT serta menghapus besaran minimal modal dasar, maka akan ada banyak PT baru yang dibangun di Indonesia.