Membayar pajak termasuk kewajiban semua warga negara saat mendirikan badan usaha. Namun bila badan usaha yang didirikan bersifat non-profit, apakah juga tetap dikenakan wajib pajak? Ketahui bagaimana peraturan yang ada di Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (“UU 28/2004”)., yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Berbeda dengan badan hukum lainnya, yayasan hanya memiliki organ yang terdiri atas pembina, pengurus, dan pengawas.
Yayasan dapat didirikan oleh satu orang atau lebih, di mana orang berarti perseorangan ataupun badan hukum dengan menggunakan harta kekayaan sebagai modal awalnya. Bila yayasan didirikan oleh lebih dari satu orang, maka para pendirinya harus memiliki visi dan misi yang sama dalam melakukan kegiatan, baik kegiatan sosial, keagamaan maupun kemanusiaan, ataupun melakukannya berdasarkan surat wasiat yang telah dituliskan.
Dalam proses pendiriannya, yayasan dibuat di depan notaris dengan akta notaris yang berbahasa Indonesia, kecuali jika pendirinya adalah orang asing. Adapun jumlah kekayaan awal yayasan yang didirikan oleh orang Indonesia, berdasarkan pemisahan harta kekayaan pribadi ditentukan paling sedikit senilai 10 juta rupiah. Yang dimaksud senilai di sini adalah apabila harta kekayaan tidak berupa uang tunai, maka nilai harta kekayaan tersebut sama dengan minimal 10 juta rupiah.
Pendirian yayasan, selain untuk tujuan keagamaan, tujuan sosial maupun tujuan kemanusiaan memiliki tujuan lain yaitu nirlaba. Nirlaba artinya, dalam kegiatannya, yayasan tidak memfokuskan diri untuk mencari keuntungan seperti badan usaha lainnya. Namun bila selama kegiatannya, yayasan mendapatkan laba, maka keuntungan tersebut akan digunakan untuk mensejahterakan hidup orang lain, sesuai dengan tujuan didirikannya yayasan.
Macam-macam bentuk yayasan
Sesuai dengan tujuannya, yayasan memiliki bentuk yang bermacam-macam, antara lain:
Yayasan yang bergerak di bidang sosial adalah yayasan yang jenis dan bentuk kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan sosial, misalnya seperti yayasan panti jompo, yayasan rumah sakit, klinik, panti asuhan, laboratorium, dan sebagainya.
Seperti namanya, yayasan kemanusian berarti yayasan yang berkecimpung di bidang kemanusiaan, yang memberikan bantuan berupa donasi maupun aksi kemanusiaan lainnya. Yayasan ini akan memberikan bantuan kepada orang-orang yang terkena bencana, pengungsi, orang yang memiliki kekurangan finansial, orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal, dan masalah kemanusiaan lainnya.
Yayasan keagamaan adalah yayasan yang bergerak di bidang keagamaan, di mana kegiatannya berhubungan dengan pengembangan terhadap berbagai macam rumah ibadah dan kegiatan keagamaan. Yayasan ini biasanya akan mengelola rumah ibadah, pesantren, atau sekolah yang berlandaskan keagamaan.
Membayar pajak termasuk kewajiban yayasan atau bukan?
Seperti yang telah disebutkan di atas, yayasan adalah badan hukum yang bersifat nirlaba. Berbeda dengan badan usaha lain seperti PT atau CV, yayasan tidak memfokuskan kegiatannya untuk mencari keuntungan. Artinya, yayasan tetap boleh mencari keuntungan, namun mencari keuntungan bukanlah tujuan utama yayasan. Keuntungan tetap diperbolehkan dicari untuk menjaga keberlangsungan kegiatan usaha dan mengembangkan yayasan demi tujuan utama yayasan.
Sebagai badan hukum yang bersifat nirlaba dan dalam kegiatan usahanya diperbolehkan mencari keuntungan, maka yayasan sebagai wajib juga memiliki kewajiban membayar pajak. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang wajib pajak yayasan, terlebih dahulu ketahui apa itu perbedaan wajib pajak dan objek pajak.
Pengertian wajib pajak
Berdasarkan pasal 1 ayat (2) UU No. 28/2007, “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Sehingga baik pribadi maupun badan usaha, kewajiban dalam pajaknya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan adalah yang diterima dari Subjek Pajak yang menerima atau memperoleh Objek Pajak. Adapun Subjek Pajak menurut Pasal 2 UU No.36/2008 adalah:
orang pribadi;
warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
badan; dan
bentuk usaha tetap
Pengertian objek pajak
Sedangkan pengertian Objek Pajak menurut pasal 4 ayat (1) UU No. 36/2008 adalah:
“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan”.
Pada akhirnya, apabila Anda mendirikan sebuah badan usaha, baik itu CV, PT, ataupun yayasan, maka Anda tetap diwajibkan membayar Pajak Penghasilan, sekalipun bersifat non-profit.
Kedudukan yayasan sebagai subjek pajak ini dipertegas dalam penjelasan pasal 2 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang menjelaskan bahwa yang dimaksud badan sebagai subjek pajak adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha termasuk yayasan.
Karena yayasan dibebankan PPh untuk badan, dengan demikian PPh yang dikenakan kepada yayasan berkaitan dengan penghasilan badan pada umumnya, misalnya penghasilan yayasan yang berasal dari laba usaha, imbalan pekerjaan, penghasilan karena bunga, dan penghasilan lainnya seperti yang diuraikan pada pasal 4 ayat (1) UU 36/2008.
PPh yayasan terhadap keuntungan karena pengalihan harta
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU 36/2008”), objek PPh juga termasuk keuntungan karena pengalihan harta baik berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Hubungan-hubungan tersebut seperti didefinisikan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2020 Tahun 2020 tentang Bantuan atau Sumbangan, Serta Harta Hibahan yang Dikecualikan sebagai Objek Pajak Penghasilan sebagai berikut:
Hubungan Usaha - yaitu hubungan yang terjadi apabila ada transaksi yang bersifat rutin antara pihak pemberi dan pihak penerima
Hubungan Pekerjaan - yaitu hubungan yang terjadi apabila ada hubungan berupa pekerjaan, pemberian jasa, atau pelaksanaan kegiatan baik secara langsung maupun tidak langsung antara pihak pemberi dan pihak penerima
Hubungan Kepemilikan - yaitu hubungan yang terjadi apabila terdapat penyertaan modal secara langsung maupun tidak langsung antara pihak pemberi dan pihak penerima
Hubungan yang terjadi apabila ada penguasaan (menguasai atau beada di bawah penguasaan) baik secara langsung maupun tidak langsung antara pihak pemberi dan pihak penerima
Jadi, bila ada pengalihan harta berupa hibah, bantuan maupun sumbangan kepada yayasan yang memiliki hubungan seperti yang dijelaskan di atas, maka yayasan akan tetap dibebankan PPh atas keuntungan pengalihan tersebut. Yayasan juga berkewajiban melakukan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri selaku pemberi kerja, dan apabila yayasan mempekerjakan karyawan sesuai dengan Pasal 21 UU 36/2008.
Kewajiban yayasan memiliki NPWP
Setiap wajib pajak diwajibkan memiliki NPWP, demikian pula dengan yayasan yang tetap dibebankan PPh. Badan usaha yang tidak berorientasi laba/ non profit oriented memiliki syarat wajib pajak badan antara lain:
Dokumen yang menunjukkan identitas diri dari salah satu pengurus badan atau perusahaan tersebut, berupa fotokopi KTP jika pengurus seorang WNI; atau fotokopi paspor pengurus jika pengurus perusahaan merupakan seorang WNA
Surat pernyataan yang bermaterai dari salah satu pengurus wajib pajak badan yang isinya menyatakan kegiatan yang dilakukan di tempat atau lokasi kegiatan tersebut dilakukan
Langkah-langkah membuat NPWP untuk yayasan
Saat ini, NPWP badan untuk yayasan dapat dibuat melalui online dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Mengunjungi situs www.pajak.go.id dan memilih menu sistem e-Registration
Melakukan aktivasi akun Sahabat Wirausaha dengan membuka inbox dari email yang digunakan untuk mendaftar sebelumnya, kemudian mengikuti setiap petunjuk yang tertera
Mengisi formulir pendaftaran dengan memasukkan alamat email dan password dan klik tautan yang tersedia
Setelah berhasil login, buka halaman Registrasi Data Wajib Pajak untuk memulai pembuatan NPWP dengan cara mengisi data dengan benar dan teliti. Jika langkah yang Anda lakukan sudah benar, maka akan muncul surat keterangan terdaftar sementara
Kirim formulir pendaftaran, maka secara otomatis formulir registrasi wajib pajak secara online akan terkirim ke KPP tempat wajib pajak terdaftar
Selanjutnya, ada beberapa dokumen yang perlu Anda cetak, yaitu:
Formulir Registrasi Wajib Pajak
Surat Keterangan Terdaftar Sementara
Tanda tangani formulir registrasi wajib pajak tersebut, dan lengkapi dokumen yang dibutuhkan
Kirim formulir registrasi wajib pajak ke KPP dengan scan dokumen dan mengunggahnya dalam bentuk soft file melalui aplikasi e-Registration
Bagaimana, sangat mudah bukan? Ikutilah langkah-langkah membuat NPWP di atas agar di kemudian hari, kegiatan yayasan terkait dengan pajak dapat berjalan lancar.