Kata Fintech saat ini sudah jadi bahan perbincangan banyak orang. Arti sebenarnya adalah kolaborasi dari teknologi dan layanan keuangan menjadi sesuatu yang dapat digunakan dan bermanfaat. Sekarang sudah ada banyak startup yang memberikan layanan Fintech.
Zaman dulu ketika teknologi belum seperti sekarang ini, ada banyak keterbatasan. Aktivitas seperti penjualan pun masih menggunakan toko fisik begitu juga dengan metode pembayarannya masih belum bisa online. Berbeda dengan sekarang hampir semua bidang usaha menggunakan teknologi. Era digital seperti sekarang mendorong banyak pengusaha yang memiliki ide kreatif dapat mengembangkan bisnisnya dengan mudah.
Layanan keuangan bisa dilakukan dari mana saja dan kapan saja tanpa perlu ke Bank. Pembayaran bisa menggunakan berbagai macam metode dan platform. Hal itu bisa dilakukan dengan sangat cepat dan cashless. Tidak perlu lagi antri panjang di Bank untuk mengambil uang. Semua itu adalah kemudahan yang diberikan oleh layanan Financial Technology.
Investasi fintech di kawasan Asia Pasifik bisa mencapai US$3,5 miliar pada tahun 2015 ini menunjukkan kenaikan dari US$880 juta Menurut data Accenture. Pinjol atau layanan pembiayaan / utang menjadi salah satu layanan yang paling banyak didirikan. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) total kebutuhan pembiayaan dalam negeri sekitar Rp 1.649 triliun. Sementara kapasitas pembiayaan oleh industri jasa keuangan konvensional baru mencapai sekitar Rp 660 triliun atau baru 40% dari total kebutuhan. Itu berarti masih ada ceruk Rp 988 triliun yang bisa jadi peluang yang bisa digarap oleh perusahaan fintech.
Berdasarkan data OJK, sebanyak 44 persen perusahaan fintech di Indonesia bergerak di sektor pembayaran (Koran Tempo 31/3/2017). Sementara 30% lainnya menjalankan bisnis agregator dan pinjaman (lending). Sisanya menawarkan jasa asuransi, investasi hingga produk syariah. Plt Kepala Fintech Office Bank Indonesia Junanto Herdiawan bermunculannya perusahaan fintech menyebabkan perbankan bukan lagi menjadi satu-satunya pemain dalam industri jasa keuangan (Kompas 21/2/2017). Kemudahan akses dan kenyamanan adalah dua hal yang ditawarkan perusahaan fintech. Industri perbankan punya dua pilihan untuk menyikapi perusahaan fintech. Pertama, mereka enggan beradaptasi dengan teknologi sehingga akan merugikan bank itu sendiri. Kedua, bank melakukan kolaborasi. Dengan begitu, bank berusaha beradaptasi dan berkolaborasi dengan pendatang baru.
Dengan maraknya startup fintech ini maka pemerintah memberikan naungan hukum untuk mengatur segala kegiatan layanannya. Pemerintah mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 77/ POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK 77). POJK No.77 mendefinisikan fintech atau layanan pinjam meminjam berbasis teknologi sebagai penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
Kamu juga bisa mendirikan perusahaan fintech. Setidaknya ada tujuh hal yang perlu diperhatikan sebelum mendirikan perusahaan layanan financial technology (Fintech). Mulau dari permodalan, kepemilikan, dan cara pendaftaran dan pengurusan izin.
1. Bentuk Perusahaan
Bila kamu ingin mendirikan perusahaan fintech maka opsi badan usahanya adalah harus mendirikan Perseroan Terbatas (PT) atau koperasi. Pasal 2 ayat (2) POJK No.77 mengatur bahwa badan hukum untuk penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi berbentuk PT atau koperasi. Dengan kata lain perusahaan yang akan didirikan harus berbadan hukum dan bertujuan mencari keuntungan. Dengan kata lain untuk berbisnis fintech kamu tidak bisa mendirikan CV (Persekutuan Komanditer) atau bahkan yayasan meski yang terakhir statusnya badan hukum namun orientasinya non-profit. Keuntungan mendirikan PT atau koperasi yang berbadan hukum diantaranya adalah adanya pemisahan harta kekayaan perusahaan dengan harta kekayaan pribadi. Kalau perusahaan mengalami kerugian, maka yang diambil adalah harta perusahaan bukan harta pemegang saham.
Secara umum prosedur untuk mendirikan PT di wilayah Jakarta adalah dengan membuat akta pendirian PT yang di dalamnya ada anggaran dasar memuat informasi mengenai PT yang didirikan. Setelah akta pendirian PT mendapat pengesahan dan Menteri Hukum dan HAM agar bisa menjalankan kegiatan usaha maka PT tersebut harus mendapatkan dokumen legalitas lainnya seperti BPJS Ketengakerjaan, Surat Keterangan Domisili Perusahaan, (SKDP), NPWP atas nama perusahaan, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
Sementara persyaratan yang dibutuhkan untuk mendirikan PT di wilayah Jakarta diantaranya adalah:
Fotokopi KTP pendiri PT
Fotokopi NPWP pendiri PT. NPWP harus dalam format terbaru yang mencantumkan NIK dan alamat di NPWP sama dengan KTP.
Keterangan tentang kedudukan dan alamat PT
Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari tempat yang akan dijadikan domisili usaha PT
Fotokopi Kartu Keluarga pendiri PT, direksi, dan komisaris.
Hanya saja, karena sudah ada pengaturan khusus di POJK No.77 maka proses pendirian perusahaan fintech harus pula memperhatikan aturan tersebut.
2. Akta pendirian
Bila kamu berniat mendirikan PT untuk menyelenggarakan layanan fintech, maka ada beberapa hal di proses pendirian PT-nya yang harus diperhatikan. Sebab, OJK telah mengatur secara detail proses pendirian PT, pendaftaran, dan perizinannya. Jadi, jangan disamakan proses pendirian PT untuk perusahaan perdagangan umum dan jasa dengan perusahaan berbasis fintech.
Hal pertama yang harus diperhatikan saat penyusunan akta pendirian perusahaan adalah pencantuman kegiatan usaha secara jelas di bagian maksud dan tujuan di anggaran dasar. Pasal 11 POJK 77 menyebutkan di akta pendirian dan anggaran dasar untuk pendirian perusahaan fintech sedikitnya memuat kegiatan usaha sebagai perusahaan layanan pinjam meminjam uang berbasis layanan teknologi teknologi informasi.
Lebih rinci lagi diatur di Pasal 43 ayat (1) aturan yang sama yang menyatakan bahwa dalam menjalankan kegiatan usaha penyelenggara layanan fintech dilarang melakukan kegiatan usaha selain kegiatan usaha penyelenggara yang diatur dalam peraturan OJK ini. Dengan demikian, mulai dari akta sampai perizinan untuk perusahaan penyelenggara layanan fintech sifatnya khusus. Bagi yang ingin mendirikan perusahaan fintech harus dipastikan di akta pendiriannya tidak dicampur dengan kegiatan usaha lain. Ini harus disampaikan ke notaris yang menangani proses pendirian PT untuk perusahaan fintech mengingat tidak semua notaris paham mengenai perizinan yang sifatnya khusus. Jangan sampai saat kamu mau membuat perusahaan fintech di akta pendirian dan anggaran dasarnya dimasukkan bermacam-macam kegiatan usaha. Kalau dimasukan macam-macam kegiatan usaha, sangat mungkin tidak bisa diterima untuk masuk ke proses pendaftaran dan perizinannya. Kalau sudah begini, kamu akan keluar biaya lagi untuk perubahan akta dan anggaran dasar.
3. Modal perusahaan layanan fintech
Untuk mendirikan PT biasa atau PT lokal, persyaratan modalnya adalah sebagaimana diatur di Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Pasal 32 dan 33 UUPT menyebutkan bahwa modal dasar pendirian PT adalah Rp 50 juta. Dari jumlah tersebut, 25%nya harus telah ditempatkan dan disetor penuh.
Apakah kalau mau mendirikan perusahaan layanan fintech cukup dengan memiliki modal dasar Rp 50 juta dan modal disetor Rp 12,5 juta? Jawabannya tidak. Sebab, selain memang karena kekhususannya, di POJK 77 sudah ditentukan bahwa untuk modal disetor minimal Rp 1 miliar pada saat pendaftaran perusahaan ke OJK. Kewajiban jumlah modal disetor minimal naik menjadi Rp 2,5 miliar pada saat proses perizinan. Ketentuan modal disetor minimal ini juga berlaku untuk koperasi yang akan menjalankan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Mengenai bukti penyetoran modal ditentukan bahwa PT yang akan mengajukan izin untuk layanan fintech ke OJK harus melampirkan fotokopi bukti pemenuhan permodalan yang dilegalisasi dan masih berlaku selama proses permohonan perizinan. Artinya, selama proses perizinan di OJK belum rampung maka modal yang telah disetorkan tidak bisa diambil untuk menjalankan operasional perusahaan.
4. Pemegang saham dan kepemilikan
Hal penting lain yang diatur di POJK No.77 adalah kepemilikan. Pada intinya, orang asing bisa menjadi pemilik perusahaan penyelenggara layanan fintech. Namun, porsinya sudah diatur yakni maksimal 85%. Kemudian peralihan sahamnya pun tidak bisa sembarangan karena harus mendapat persetujuan dari OJK.
5. Pendaftaran dan Perizinan
OJK mewajibkan perusahaan penyelenggara layanan fintech untuk melakukan proses pendaftaran dan perizinan. Bagaimana dengan perusahaan yang telah eksis sebelum adanya POJK No.77 ini? Berdasarkan Pasal 8 POJK No.77 ditentukan bahwa dalam waktu selambat-lambatnya 6 bulan sejak peraturan ini diundangkan harus melakukan pendaftaran. Permohonan pendaftaran diajukan ke Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Dokumen-dokumen yang perlu dilampirkan saat mengajukan pendaftaran diantaranya adalah akta pendirian badan hukum, identitas dari pemegang saham, direksi, dan komisaris, fotokopi NPWP, surat keterangan domisili, dan bukti pemenuhan persyaratan modal. Bila persyaratan dokumen telah lengkap dan sesuai, dalam waktu 10 hari kerja OJK akan memberikan persetujuan dengan mengeluarkan surat bukti terdaftar. Berdasarkan pengalaman Easybiz dalam membantu proses pendirian perusahaan, persyaratan yang berpotensi menjadi hambatan adalah terkait dengan bukti pemenuhan persyaratan modal. Sebab, mayoritas pihak bank baru bersedia memproses pembukaan rekening atas nama perusahaan bila akta pendirian dan legalitas perusahaan sudah lengkap. Dengan kata lain perusahaan harus telah memenuhi syarat pendirian perusahaan dan dokumen legalitasnya yang terdiri dari akta pendirian dan SK Kemenkumham, BPJS Ketenagakerjaan, SKDP, NPWP atas nama perusahaan, SIUP dan TDP.
Setelah mengantongi surat bukti terdaftar, proses selanjutnya adalah mengurus perizinannya. OJK memberi tenggat waktu maksimal 1 tahun untuk mengajukan izin setelah proses pendaftarannya sukses. Kalau dalam 1 tahun tidak mengajukan izin, maka surat bukti terdaftar dinyatakan batal.
Sama dengan proses pendaftaran, pengajuan izin diajukan ke Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Di tahap atau proses perizinan, persyaratannya diatur lebih detail dan spesifik dibandingkan proses pendaftaran. Misalnya, di tahap perizinan perusahaan harus menyampaikan rencana kerja satu tahun pertama yang paling sedikit memuat mengenai gambaran kegiatan usaha yang dilakukan, target dan langkah-langkah yang dilakukan untuk mewujudkan target tersebut, dan proyeksi keuangan.
6. Tempat usaha
Mendapatkan tempat usaha bisa dibilang menjadi salah satu tantangan untuk memulai bisnis dan mendirikan perusahaan, terutama di Jakarta. Pasalnya, di ibukota sudah tidak bisa menggunakan rumah tinggal sebagai domisili usaha. Berdasarkan Perda DKI No.1 Tahun 2014, Pemda DKI telah membagi zonasi sesuai peruntukannya. Untuk menjalankan usaha ya tempatnya harus berada di zonasi usaha. Untuk memastikan peruntukan zonasi tempat yang kamu incar sebagai tempat usaha bisa datang ke kelurahan setempat. Mereka memiliki informasi lengkap mengenai peruntukan zonasi dan jangan langsung beranggapan bahwa bila menyewa Ruko sudah pasti berada di zonasi usaha. Bisa jadi Ruko itu berada bukan di zonasi usaha. Kalau sudah begini, artinya kamu harus mencari tempat usaha yang lain karena kalau bukan berada di zonasi usaha biasanya akan mengalami penolakan kalau mengajukan permohonan perizinan yang berkaitan dengan pendirian perusahaan.
Atau, kalau kamu modalnya masih pas-pasan untuk memulai usaha dan belum mampu menyewa tempat usaha entah itu gedung perkantoran atau ruko, maka Pemda DKI memberikan solusi dengan cara menyewa Virtual Office. Mengenai persyaratan menyewa Virtual Office sebagai domisili usaha usaha bisa dipelajari disini.
Nah, bagaimana untuk perusahaan penyelenggara layanan fintech? Berkaitan dengan domisili usaha dan tempat usaha, POJK No.77 menetapkan bahwa untuk tahap pendaftaran, persyaratan yang dibutuhkan adalah Surat Keterangan Domisili. Jadi, sampai disini bila kamu baru mendirikan perusahaan penyelenggara layanan fintech bisa saja menggunakan Virtual Office karena yang dibutuhkan adalah surat keterangan. Baru pada tahap proses perizinan disebutkan bahwa harus dilampirkan bukti kepemilikan atau penguasaan gedung dan ruangan kantor atau unit layanan (outlet), berupa fotokopi sertifikat hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai atas nama penyelenggara, atau perjanjian sewa gedung atau ruangan. Jelas bahwa di tahap perizinan untuk perusahaan fintech harus telah memiliki kantor fisik sebagai tempat usaha. Tapi memang lebih baik kalau tempat usaha secara fisik tersebut sudah dikuasai sejak tahap pendirian.
7. Aturan Peralihan (Penyesuaian)
Seperti telah disinggung sebelumnya, untuk perusahaan yang telah menjalankan layanan fintech sebelum diundangkannya POJK No.77 harus melakukan pendaftaran paling lambat enam bulan setelah tanggal pengundangan. Dan setelah itu tentunya harus juga mengurus perizinannya di OJK. Hal lain yang harus diperhatikan bila kamu telah mendirikan perusahaan layanan fintech adalah mengenai batas maksimal jumlah pinjaman. Pasal 6 ayat (2) POJK No.77 menyatakan batas maksimum pemberian pinjaman adalah Rp 2 miliar. Untuk perusahaan layanan fintech yang telah memberikan pinjaman melebihi batas maksimum, tetap dapat dilanjutkan sampai dengan jangka waktu perjanjian pinjam meminjam berakhir.
Nah itulah beberapa hal penting tentang. pendirian usaha financial technology. Sudah ada ide mendirikan usaha apa? Yuk segera urus izin usaha mudah sekali bukan?